Mengenang kembali "Plombir"
Plombir menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya meterai dari timah dsb dipakai sebagai tanda sudah membayar pajak kendaraan. Di beberapa daerah ada yang menyebutnya “peneng”. Plombir merupakan stiker yang ditempel di sepeda atau kendaraan lain (andong/dokar dan becak) sebagai bukti bahwa kita telah membayar pajak kendaraan tersebut.Gambar Plombir. Sumber: http://wikipedia.html
Seingat saya, plombir terakhir kali diberlakukan sekitar awal tahun 90-an (saya masih SMP). Ketika itu sepeda federal sedang menjamur, sehingga ada plombir khusus untuk jenis sepeda itu yaitu “sepeda sport”. Besarnya pajak untuk sepeda sport sedikit lebih mahal daripada sepeda biasa (jengki dan onthel), (kalau tidak salah) yaitu sebesar Rp 500,-, sementara untuk sepeda biasa (kalau tidak salah lagi) sebesar Rp 300,-. Muraaah banget kan jika dibandingkan dengan nilai tukar uang jaman sekarang... Ya karena jaman dulu sebelum era reformasi memang serba murah.
Pembayaran plombir dilakukan di kantor desa. Saya masih ingat ketika kelas 6 SD pada saat sekolah mengadakan kegiatan sepedaan (dulu menyebutnya “sekling&rdquo" ke Alun - Alun Madiun, pihak sekolah mewajibkan sepeda yang dipakai murid-murid harus ada plombirnya. Di saat-saat tertentu, di jalan raya dilakukan razia oleh petugas desa untuk menjaring sepeda yang tidak ditempeli plombir, namun saya belum pernah menemuinya secara langsung, hanya menurut cerita orang tua.
Namun itu dulu, seiring berjalannya waktu, sekarang plombir sepeda sudah tidak ada lagi, mungkin karena sudah tergeser dengan banyaknya sepeda motor dan mobil sehingga nilai pajaknya tidak seberapa jika dibandingkan pajak kendaraan bermotor.
No comments:
Post a Comment